Sabtu, 10 Maret 2012
SDN Karangtalun Lor Purwojati: Penilaian Hasil Belajar Siswa
SDN Karangtalun Lor Purwojati: Penilaian Hasil Belajar Siswa: Penilaian Hasil Belajar Siswa A. Pengertian Evaluasi, Pengukuran, Tes dan Penilaian (Assessment) Banyak orang mencampuradukkan penger...
Jumat, 02 Maret 2012
Penilaian Hasil Belajar Siswa
Penilaian Hasil Belajar Siswa
A.
Pengertian Evaluasi, Pengukuran, Tes dan Penilaian (Assessment)
Banyak orang mencampuradukkan
pengertian antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes, dan penilaian
(assessment), padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi
adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah
direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula
untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan
keputusan nilai (value judgement). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun, 1996)
memengemukakan bahwa : educational evaluation is the process of delineating,
obtaining,and providing useful, information for judging decision alternatif
. Dari pandangan Stufflebeam, kita dapat melihat bahwa esensi dari evaluasi
yakni memberikan informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan. Di bidang
pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu
kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru.
Pengukuran
(measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi
numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai
karakteristik tertentu.
Penilaian
(assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta
didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar
seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan
naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran
berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Tes
adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada
waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat
tertentu yang jelas.
Secara
khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk
mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan
belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan
penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang
akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta
didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu,
dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya
bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.
B.
Tujuan Penilaian
Penilaian
memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk
grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan,
diagnosis, dan prediksi.
- Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain. Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu, fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).
- Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini, fungsi penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu.
- Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.
- Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
- Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.
- Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.
Dari
keenam tujuan penilaian tersebut, tujuan untuk melihat tingkat penguasaan
kompetensi, bimbingan, dan diagnostik merupakan peranan utama dalam penilaian.
Sesuai
dengan tujuan tersebut, penilaian menuntut guru agar secara langsung atau tak
langsung mampu melaksanakan penilaian dalam keseluruhan proses pembelajaran.
Untuk menilai sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja
berbagai jenis penilaian perlu diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan
dinilai, seperti unjuk kerja/kinerja (performance), penugasan (proyek), hasil
karya (produk), kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis
(paper and pencil test). Jadi, tujuan penilaian adalah memberikan masukan
informasi secara komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik dilihat
ketika saat kegiatan pembelajaran berlangsung maupun dilihat dari hasil
akhirnya, dengan menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi
yang diharapkan dapat dicapai peserta didik.
C.
Pendekatan Penilaian
Ada
dua pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian hasil belajar,
yaitu penilaian yang mengacu kepada norma (Penilaian Acuan Norma atau
norm-referenced assessment) dan penilaian yang mengacu kepada kriteria
(Penilaian Acuan Kriteria atau criterion referenced assessment). Perbedaan kedua
pendekatan tersebut terletak pada acuan yang dipakai. Pada penilaian yang
mengacu kepada norma, interpretasi hasil penilaian peserta didik dikaitkan
dengan hasil penilaian seluruh peserta didik yang dinilai dengan alat penilaian
yang sama. Jadi hasil seluruh peserta didik digunakan sebagai acuan. Sedangkan,
penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan, interpretasi hasil
penilaian bergantung pada apakah atau sejauh mana seorang peserta didik
mencapai atau menguasai kriteria atau patokan yang telah ditentukan. Kriteria
atau patokan itu dirumuskan dalam kompetensi atau hasil belajar dalam kurikulum
berbasis kompetensi.
Dalam
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, pendekatan penilaian yang digunakan
adalah penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan. Dalam hal ini
prestasi peserta didik ditentukan oleh kriteria yang telah ditetapkan untuk
penguasaan suatu kompetensi. Meskipun demikian, kadang kadang dapat digunakan
penilaian acuan norma, untuk maksud khusus tertentu sesuai dengan kegunaannya,
seperti untuk memilih peserta didik masuk rombongan belajar yang mana, untuk
mengelompokkan peserta didik dalam kegiatan belajar, dan untuk menyeleksi
peserta didik yang mewakili sekolah dalam lomba antar-sekolah.
D.
Ruang Lingkup Penilaian Hasil Belajar
Hasil
belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu:
(1) domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan
kecerdasan logika – matematika), (2) domain afektif (sikap dan nilai atau yang
mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain
kecerdasan emosional), dan (3) domain psikomotor (keterampilan atau yang
mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan
musikal).
Sejauh
mana masing-masing domain tersebut memberi sumbangan terhadap sukses seseorang
dalam pekerjaan dan kehidupan ? Data hasil penelitian multi kecerdasan
menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika yang
termasuk dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya sebesar 5 %.
Kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi yang termasuk domain
afektif memberikan kontribusi yang sangat besar yaitu 80 %. Sedangkan
kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan musikal yang
termasuk dalam domain psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5 %
Namun,
dalam praxis pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam proses
belajar-mengajar dan penilaian, yang amat dominan ditekankan justru domain
kognitif. Domain ini terutama direfleksikan dalam 4 kelompok mata pelajaran,
yaitu bahasa, matematika, sains, dan ilmu-ilmu sosial. Domain psikomotor yang
terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran pendidikan jasmani,
keterampilan, dan kesenian cenderung disepelekan. Demikian pula, hal ini
terjadi pada domain afektif yang terutama direfleksikan dalam mata-mata
pelajaran agama dan kewarganegaraan.
Agar
penekanan dalam pengembangan ketiga domain ini disesuaikan dengan proporsi
sumbangan masing-masing domain terhadap sukses dalam pekerjaan dan kehidupan,
para guru perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap domain serta bagaimana
menerapkannya dalam proses belajar-mengajar dan penilaian.
Perubahan
paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya
menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk
perubahan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma
lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung
hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian
rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan
psikomotorik kerapkali diabaikan.
Dalam
pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya
ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup
seluruh aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan
emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya.
Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi
juga mempertimbangkan segi proses.
Kesemuanya
itu menuntut adanya perubahan dalam pendekatan dan teknik penilaian
pembelajaran siswa. Untuk itulah, Depdiknas (2006) meluncurkan rambu-rambu
penilaian pembelajaran siswa, dengan apa yang disebut Penilaian Kelas.
Apa yang Harus Dilakukan Guru dalam
Mengembangkan Silabus?
1. Bagaimana merumuskan indikator
berdasarkan materi pembelajaran?
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta
didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam
kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator
digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
Indikator merupakan Kompetensi Dasar yang
lebih spesifik. Apabila serangkaian indikator dalam satu Kompetensi Dasar sudah
dapat dicapai oleh siswa, berarti target Kompetensi Dasar tersebut sudah
terpenuhi.
Untuk merumuskan indikator perlu diperhatikan:
• Mengacu pada kompetensi dasar dan
materi pembelajaran
• Kata kerja operasional sama atau
lebih rinci dari kata kerja operasional pada kompetensi dasar
• Tiap kompetensi dasar bisa dibuat
tiga atau lebih indikator
• Cakupan lebih sempit dibanding
kompetensi dasar
• Cakupan materi lebih sedikit
dibanding dengan standar kompetensi.
• Tiap indikator dapat dibuat tiga
atau lebih butir soal
Perbendaharaan
kata kerja operasional yang beragam akan sangat membantu guru dalam merumuskan
indikator berdasarkan kompetensi dasarnya.
2. Bagaimana merancang asesmen
pembelajaran berdasarkan indikator pembelajaran?
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik
dilakukan berdasarkan indikator. enilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan
non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran
sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan
portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Hakikat pola penilaian yang dikembangkan dalam Kurikulum
yang berbasis kompetensi lebih diarahkan pada pengukuran yang seimbang pada
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, serta menggunakan prinsip
berkesinambungan dan autentik guna memperoleh gambaran (profiles)
keutuhan prestasi dan kemajuan belajar siswa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur
pencapaian kompetensi.
b. Penilaian menggunakan
acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang
terhadap kelompoknya.
c. Sistem yang direncanakan
adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua
indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi
dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan
peserta didik.
d. Pemilihan bentuk
penilaian dalam silabus, seperti: penilaian tertulis (paper
and pencil), produk (product), unjuk kerja (performance),
proyek (project), dan portofolio (portfolio)
harus memperhatikan kemampuan-kemampuan yang
dapat mendorong kemampuan penalaran dan
kreativitas siswa serta sesuai dengan ciri khas dari mata pelajaran yang bersangkutan.
e. Penulisan bentuk
penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan
dinilai sehingga memudahkan dalam pembuatan soal-soalnya.
f. Hasil penilaian
dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan
proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang
pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan
bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
g. Sistem penilaian harus disesuaikan
dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya,
jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi
harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik
wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa
informasi yang dibutuhkan.
h. Penilaian mengacu
kepada tujuan dan fungsi penilaian, misalnya pemberian
umpan balik, pemberian informasi kepada siswa tentang
tingkat keberhasilan belajarnya, memberikan laporan kepada orang tua.
i. Penilaian mengacu
kepada prinsip diferensiasi, yakni memberikan peluang
kepada siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, yang dipahami, dan mampu dilakukannya.
j. Penilaian tidak
bersifat diskriminasif (tidak memilih-milih mana siswa yang berhasil dan mana yang gagal dalam menerima
pembelajaran).
Perlu dipertegas tentang penilaian dalam arti asesmen dan
penilaian dalam arti evaluasi.
§ Penilaian dalam arti Asesmen
merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang
hasil belajar siswa baik perorangan maupun kelompok yang diperoleh melalui
pengukuran. Tujuannya untuk menganalisis atau menjelaskan unjuk kerja/prestasi
siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkait, dan mengefektifkan penggunaan
informasi untuk mencapai tujuan pendidikan
§ Penilaian dalam arti evaluasi merupakan
serangkaian kegiatan penilaian keseluruhan program mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan. Misalnya, evaluasi
dari program yang meliputi kurikulum, asesmen, pengadaan dan peningkatan guru,
manajeman pendidikan, dan reformasi pendidikan.
Jumat, 17 Februari 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER
A. Hakikat Pendidikan Karakter
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Sumber: Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025).
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Sumber: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN).
Atas dasar apa yang telah diungkapkan di atas, pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.
Berdasarkan alur pikir pada Bagan 1 di atas, pendidikan merupakan salah satu strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut mencakup: sosialisasi atau penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerjasama seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, anggota legislatif, media massa, dunia usaha, dan dunia industri (Sumber: Buku Induk Pembangunan Karakter, 2010).
B. Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi : (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.
Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yaitu keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
C. Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud seperti: keagamaan, gotong royong, kebersihan, kedisiplinan, kebersamaan, peduli lingkungan, kerja keras, dan sebagainya.
(Siswa SMP melakukan kegiatan di sawah bersama penduduk untuk melatih kebersamaan, peduli lingkungan, kerja keras, dan gotong royong)
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab (Sumber: Pusat Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10).
Meskipun telah dirumuskan 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya untuk melanjutkan nilai-nilai prakondisi yang telah dikembangkan. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing, yang dilakukan melalui analisis konteks, sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis nilai karakter yang dikembangkan antara satu sekolah dan atau daerah yang satu dengan lainnya. Implementasi nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dapat dimulai dari nilai-nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan, seperti: bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Implementasi Nilai-Nilai
Sehubungan dengan hal tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada puncak peringatan Hardiknas di Istana Negara (Selasa, 11 Mei 2010) mengutarakan:
”…Saudara-saudara, kalau saya berkunjung ke SD, SMP, Saudara sering mendampingi saya, sebelum saya dipresentasikan sesuatu yang jauh, yang maju, yang membanggakan, Saya lihat kamar mandi dan WC-nya bersih tidak, bau tidak, airnya ada tidak. Ada nggak tumbuhan supaya tidak kerontang di situ. Kebersihan secara umum, ketertiban secara umum. Sebab kalau anak kita TK, SD, SMP selama 10 tahun lebih tiap hari berada dalam lingkungan yang bersih, lingkungan yang tertib, lingkungan yang teratur itu ada values creation. Ada character building dari segi itu. Jadi bisa kita lakukan semuanya itu dengan sebaik-baiknya….”
D. Proses Pendidikan Karakter
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural pada konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan serta masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam Bagan 3 berikut:
RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KARAKTER
1. OLAH PIKIR
Gigih, cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif
2. OLAH HATI
beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik
3. OLAH RASA/KARSA
ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong, gotong royong, nasionalis, kosmopolit , mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja
4. OLAH RAGA
Bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigihcerdas
Langganan:
Postingan (Atom)