Jumat, 15 Maret 2019

LITERASI DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR


LITERASI DALAM PEMBELAJARAN
DI SEKOLAH DASAR
Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana peserta didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan budi pekerti mulia. Literasi pada awalnya dimaknai 'keberaksaran' dan selanjutnya dimaknai 'melek' atau 'keterpahaman'. Pada langkah awal, “melek baca dan tulis" ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam berbagai hal.
Peta jalan Gerakan Literasi Nasional Kemendikbud (2017) mendefinisikan literasi sebagai:
  1. suatu rangkaian kecakapan membaca, menulis, dan berbicara, kecakapan berhitung, dan kecakapan dalam mengakses dan menggunakan informasi;
  2. sebagai praktik sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh konteks;
  3. sebagai proses pembelajaran dengan kegiatan membaca dan menulis sebagai medium untuk merenungkan, menyelidik, menanyakan, dan mengkritisi ilmu dan gagasan yang dipelajari; dan
  4. sebagai pemanfaatan teks yang bervariasi menurut subjek, genre,dan tingkat kompleksitas bahasa. 
Menurut Word Economic Forum (2016), peserta didik memerlukan 16 keterampilan agar mampu bertahan di abad XXI,  yakni literasi dasar (bagaimana peserta didik menerapkan keterampilan berliterasi untuk kehidupan sehari-hari), kompetensi (bagaimana peserta didik menyikapi tantangan yang kompleks), dan karakter (bagaimana peserta didik menyikapi perubahan lingkungan mereka). Dalam lingkup karakter, penguatan pendidikan karakter (PPK) di Indonesia mengacu pada lima nilai utama, yakni (1) religius, (2) nasionalis, (3) mandiri, (4) gotong royong, (5) integritas (Depdikbud, 2016).

Nilai karakter ini dapat terwujud melalui upaya untuk meningkatkan kecakapan multiliterasi peserta didik pemahaman multiliterasi, dengan fokus pada literasi baca-tulis, literasi budaya dan kewargaan, literasi sains, literasi numerasi, literasi digital, dan literasi finansial. Adapun pembelajaran yang bersifat multiliterasi ini memadukan karakter dengan penekanan pada lima karakter PPK di atas serta kompetensi abad ke-21 yang mengembangkan kreativitas, kecakapan berpikir kritis, kemampuan komunikasi, serta kolaborasi. Semuanya ini diharapkan dapat menjadi bekal kecakapan hidup  sepanjang hayat. Keterkaitan antara multiliterasi, kompetensi abad ke-21, dan nilai karakter utama ini adalah sebagai berikut.










Saat ini kegiatan di sekolah ditengarai belum optimal mengembangkan kemampuan literasi warga sekolah khususnya guru dan siswa. Hal ini disebabkan antara lain oleh minimnya pemahaman warga sekolah terhadap pentingnya kemampuan literasi dalam kehidupan mereka serta minimnya penggunaan buku-buku di sekolah selain buku-teks pelajaran. Kegiatan membaca di sekolah masih terbatas pada pembacaan buku teks pelajaran dan belum melibatkan jenis bacaan lain.
Pada sisi lain, hasil beberapa tes yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.


PIRLS atau Progress International Reading Literacy Study (PIRLS) mengevaluasi kemampuan membaca peserta didik kelas IV. PISA atau Programme for International Student Assessment mengevaluasi kemampuan peserta didik berusia 15 tahun dalam hal membaca, matematika, dan sains. INAP atau Indonesia National Assassment  Program (INAP) mengevaluasi kemampuan siswa dalam hal membaca, matematika, dan sains.

Data ini selaras dengan temuan CCSU (2017) terkait negara paling literat di dunia (World’s Most Literate Nation) yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei. Survei yang mengukur indeks ketersebaran informasi dan budaya masyarakat dalam menggunakan informasi melalui surat kabar, informasi digital dan perpustakaan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum melek informasi.  Kondisi ini jelas memprihatinkan karena terkait dengan kemampuan kemampuan dan memahami bacaan sebagai dasar bagi pemerolehan pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap peserta didik. Oleh sebab itu, dibentuklah Satuan Tugas Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai salah satu alternatif untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat (Wiedarti dan Kisyani-L. ed., 2016).

Upaya sistematis dan berkesinambungan perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa. GLS untuk menumbuhkan minat baca dan kecakapan literasi telah dicanangkan sejak tahun 2016, namun saat ini belum terlalu menyentuh aspek pembelajaran di kelas. Beberapa panduan terkait GLS telah diterbitkan tahun 2016 oleh Dikdasmen Kemendikbud, yakni (1) Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah, (2) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar, (3) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama, (4) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Luar Biasa, (5) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas; (6) Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan, (7) Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah, (8) Manual Pendukung Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama. Saat ini, GLS perlu disempurnakan dengan panduan teknis dan pelatihan atau penyegaran untuk memampukan guru melaksanakan strategi literasi dalam pembelajaran.

Salah satu pelatihan tersebut adalah pelatihan dan/atau penyegaran instruktur Kurikulum 2013. Materi yang disajikan terutama menekankan pada peningkatan keterampilan mengelola pembelajaran dengan strategi literasi untuk meningkatkan kecakapan multiliterasi siswa, membentuk karakter, dan mengembangkan kompetensi abad ke-21. 

Materi penyegaran Kurikulum 2013 ini terwujud dalam bentuk modul, materi presentasi, dan alat bantu berwujud pengatur grafis yang memandu aktivitas peserta untuk mendalami dan mengimplementasi strategi literasi dalam pembelajaran. Semua perangkat ini diharapkan dapat memandu instruktur dan pemangku kepentingan di jenjang nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah dalam pelaksanaan, pengembangan, dan penguatan strategi literasi dalam pembelajaran.

Tujuan penyusunan materi ini adalah untuk:
1.   Memberikan inspirasi kepada peserta pelatihan untuk memanfaatkan beragam sumber belajar, termasuk buku-teks-pelajaran dan buku-nonteks-pelajaran dalam pembelajaran.
2.   Meningkatkan pemahaman siswa terhadap bacaan,  kemampuan berpikir siswa, dan kecakapan komunikasi siswa.

Masalah 1
Pengembangan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan literasi khususnya mengembangkan minat baca belum berjalan secara optimal di sekolah karena beberapa guru memiliki pemahaman berbeda atau kurang memadai tentang literasi. Guru seharusnya dapat menjadi teladan yang baik bagi siswanya. Saat guru meminta siswa membaca, guru pun juga perlu membaca untuk memberi contoh yang baik bagi siswanya.  Tradisi literasi (kemampuan komunikasi yang artikulatif secara verbal dan tulisan serta kemampuan menyerap informasi melalui bacaan) juga belum tumbuh secara koheren dalam diri beberapa guru. 

Masalah 2
Upaya untuk menyosialisasikan dan meningkatkan kemampuan literasi di sekolah belum membuahkan hasil yang optimal karena kurangnya pendampingan dan pelatihan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan literasi guru. Selain itu, materi ajar dan bahan bacaan yang tersedia di sekolah belum dimanfaatkan secara optimal untuk mengembangkan kemampuan literasi siswa.

Guru perlu memahami bahwa upaya pengembangan literasi tidak berhenti ketika anak dapat membaca dengan lancar. Pengembangan literasi perlu terjadi pada pembelajaran di semua mata pelajaran melalui upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir analitis, kritis, kreatif, dan memecahkan masalah. Para guru perlu memasukkan strategi literasi dalam pembelajarannya. Pengembangan kemampuan literasi di sekolah akan membantu meningkatkan kemampuan belajar siswa. Penggunaan bacaan atau bahan ajar yang bervariasi, disertai dengan perencanaan yang baik dalam kegiatan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa. 

Beers, C. S., Beers, J. W., & Smith, J. O. (2009). A Principal’s Guide to Literacy Instruction. New York: Guilford Press.
Robb, L. 2003. Teaching Reading in Social Studies, Science, and Math: Practical Ways to Weave Comprehension Strategies Into Your Content Area Teaching. New York: Scholastic Professional Books.
Pusat Bahasa,  2005.  Seri Glosarium: Glosarium Pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Wiedarti, Pangesti dan Kisyani-Laksono (ed.). 2016. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Dikdasmen, Kemdikbud.
Wilson, A.A. and Chavez, K.J. 2014. Reading and Representing Across the Content Areas: A Clasroom Guide. New York:  Teachers College Press, Columbia University.
Satgas GLS Ditjen Dikdasmen, 2016a.Strategi Literasi dalam Pembelajaran
 di Sekolah Dasar (Modul Materi Penyegaran Instruktur Kurikulum 2013)”. Jakarta.
Satgas GLS Ditjen Dikdasmen, 2016b.Strategi Literasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas”. Jakarta.
Tim GLN Kemendikbud, 2017. “Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional”. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar